Pagaruyung meruakan kerajaan terbesar di Minangkabau. Kerajaan ini merupakan asal lahirnya adat dan budaya Minangkabau yang memiliki sejarah dan cerita yang panajang. Sejarah menyebutkan kerajaan ini didirikan oleh Aditiawarman. Pusat kerjaan terletak di daerah Batusangkar, kabupaten Tanah Datar. Kerejaan Pagaruyung pernah menaklukan beberapa kerajaan besar di pulau Sumatera, pengaruhnya bahkan sampai ke negara tentangg seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan Brunei Darussalam.
Tidak banyak yang menceritakan bagaimana runtuhnya kerajaan Pagaruyung. Dalam sejarah disebutkan kerajaan Pagaruyung runtuh saat perang Padri. Perang Padri merupakan salah satu perang terbesar yang pernah terjadi di Sumatera Barat. Perang ini terjadi antara kaum adat dengan kaum padri (agam). Kaum adat meminta pertolongan kapada pemerintahan Hindia Belanda. Namun pada akhirnya kaum adat dan kaum agama bersatu untuk melawan kaum penjajah. Dimasa inilah, kerajaaan pagaruyung kehilangan kekuasaannya.
Konflik antara kaun ada dan kaum agama (padri) pada awal abad ke-19. Kaum adat tidak mau menerima perubahan yang dibawa oleh kaum. Kebiasaan-kebiasaan yang telah lama mereka lakukan banyak yang bertentangan dengan agama islam yang dibawa kaum padri. Perundingan telah seringkali dilakukan dan tidak pernah menemukan kata sepakat. Pada saat yang bersamaan beberapa wilayah di kerajaan Paaruyung mulai berejolak dari melepaskan diri dari kerajaan. Keadaan ini membuat kerajaan Pagaruyung menjadi terdesak dan kewalahan.
Baca juga Kerajan-kerajaan yang pernah ada Di Minangkabau Part1 dan Kerajan-kerajaan yang pernah ada Di Minankabau Part2
Tahun 1815 Tuanku Pasaman yang memimpin kaum Padri menyerang Pagaruyung. Akibatnya beberapa petinggi kerajaan Pagaruyung terpaksa melarikan diri ke beberapa wilayah untuk menyelamatkan diri. Karena terdesak, akhirnya kerajaan Pagaruyung meminta bantuan kepada Belanda. Perjanjian antara Pagaruyung dan Belanda pun dibuat. Dengan liciknya dengan perjanjian yang dibuat, akhirnya Belanda dapat menguasai kerajaan Pagaruyung.
Melihat keadaan ini, menimbulkan dorongan bagi kaum adat, petinggi kerajaan Pagaruyung dan kaum agama untuk menyatukan kekuatan. Kelicikan Belanda menyadarkan mereka untuk melawan Belanda. Tahun 1822 Sultan Tangkal Alam (pemimpin terakhir Pagaruyung) ditangkap oleh Belanda dengan tuduhan penghiatan kepada Belanda. Ia dibuang ke Batavia (Jakarta sekarang) dan meningga dan dikuburkan di perkuburan Mangga Dua. Petinggi Pagaruyung yang selamat mencoba melakukan negosiasi dengan Belanda, tetapi Belanda menolaknya.
Sekarang Istana Pagaruyung di jaga oleh keturunan Pagaruyung. Istana sekarang sudah beberapa kali di pindahakan dan di renovasi karena kebakaran.