Thursday, 15 June 2017

Perjalanan Hidup Buya Hamka



Siapa yang tidak kenal dengan Buya Hamka. Seorang tokoh dan pahlawan Nasional yang telah banyak memberikan pangaruhnya terhadap perjuangan Indonesia. Lahir di Nagari Sungai Batang,Tanjung Raya,Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada 17 Februarin 1908 dengan nama Abdul Malik Karim Amrullah yang disapa dengan Malik. Ayahnya bernama Abdul Karim Amrullah yang merupakan seorang ulama yang cukup terkanal dikampunya dan ibu bernama Safiyah yang merupakan istri keduanya.

Kehidupan Malik kecel tidak semulus yang kita bayangkan. Pada usia 12 tahun Malik kecil menyaksikan perceraian kedua orang tuanya. Perceraian ini karena ayahnya merupakan seorang penganut agama yang taat. Sedengakan dipihak keluarga ibunya masih menjalan praktek-praktek adat dan budaya yang kental. Perceraian kedua orang tuanya membuay Malik sempat bolos sekolah. Mengetahui anaknya marah, ayahnyapun memarahinya dan akhirnya kembali masuk sekolah. Mengetahui salah seorang gurunya memiliki tempat penyewaan buku, Malik sering kaempat tersebut dan menghabiskan harinya dengan membaca buku. Ada yang unik dari Malik kecil, setelah membaca habis sebuah buku, ia kembali menuliskannya buku tersebut dalah versi dia sendiri. Hari-harinya pun habis dengan belajar di sekolah, membaca buku dan beajar agam.

Tinggal bersama ayahnya dan jauh dari ibu kandungnya membuat ia rindu akan ibunya. Dengan alasan itulah ia nekat untuk melakukan perjalanan jauh seorang diri ke Maninjau untuk menemui ibunya. Ibunya ternyata sudah menikah lagi. Setelah beberapa hari berlalu, Malik merasa ibunya tidak acuh lagi kepada dirinya. Sementara itu hubungannya dengan ibu tirinya tidak terlalu bagus. Akhirnya ia memutuskan untuk mencari pergaulan dan belajar randai dan silat untuk mengobati hatinya. Tetapi itu tidak berjalan lama, kemudia ia memutuskan untuk ke Bukittinggi dan Payahkumbuh. Hampir satu tahun ia berkelana untuk mengobati kegundahannya. Melihat ketidakjelasan hidup sang anak, akhirnya sang ayah mengantar Malik yang berusia 14 tahun untuk belajar agama dengan ulama Syekh Ibrahim Musa di Parabek. Disinilah kehidupan mendirinya dimulai.

Di usia 15 tahun Mali berniat untuk pergi ke pulau jawa. Malik termasuk ke  dalam anak yang suka melakukan perjalanan seorang diri ke tempat-tempat yang jauh. Hal ini dikarenakan perceraian kedua orang tuanya. Karena ini juga ayahnya memberi julukan "Si Bujang Jauh". Kepergiannnya ini tanpa sepengetahuan ayahnya. Ia hanya berpamitan kepada keluarga ibunya di Maninjau. Masalah tidak hanya sampai disitu, masih di Bengkulu ia mendapat cacar. Walaupun masih dalam keadaan sakit ia nekat untuk melanjutkan perjalanan dan sampai ke Nepal. Di Nepal ia bertemu dengan kerabatnya, kurang lebih 2 bulan ia meringkuk kesakitan. Setelah keadaannya sedikit membaik,kerabat tersebut memulangkannya ke Indonesia tepatnya Maninjau. Namau keadaan tidak banyak berubah, malah ia semakin banyak mendapat cemooh karena bekar cacar di tubuhny terlihat jelas.

Tahun 1924 ia kembali melakukan perjalanan ke Jawa dan ketika di Yogyakarta ia bertemu dengan pamannya, Jafar Amrullah. Disinilah ia belajar ilmu tafsir Al-Quran dan mengenal Serikat Islam. Selain itu juga ia belajar ilmu politik dan gerakan-gerakan sosial lainnya. Ia sempat berguru kepada HOS Tjokrominoto dan Suryopranoto. Enam bulan kemudia ia melanjutkan perjalannya ke Pekalongan. Disini ia bertemu dengan ayahnya yang hendak pergi ke Mesir. Bermodal ilmu pengetahuan yang dimilikinya, Malik cukup diperhatikan oleh Muhammadiyah di Yogyakarta. Kegemarannya menulis tetap ia teruskan dan sempat menerbikat beberapa buah buku. Disinilah ia menemukan ketenangan dan jadi dirinya.


Bersambung
 

0 comments:

Post a Comment