Saturday, 17 June 2017

Perjalanan Hidup Buya Hamka Bagian 2


Perjalan Hidup Malik tidak hanya sampai di pulau jawa. Ia kembali ke Minangkabau dengan misi mengembangkan Muhammadiyah ke Minangkabau. Selama diperantau ia banyak nemimba ilmu agama dan cukup disegani oleh Muhammadiyah, namun sesampainya di Minangkabau ia hanya dianggap sebagai tukang pidato bukan ahli agama. Hal ini disebabkan oleh kurang pasnya penggunaan tata letak bahasa, nahwu da sharaf. Kekurang ini dikaitkan karena tidak menyelesaikan pendidikannya di Tawalib.

Ilmu yang diperoleh salam di Jawa ternyata tidak terlalu banyak mengubah padangan orang-orang disekitarnya. Kekecewaannya bertambah saat ia gagal melamar untuk menjadi guru saat Muhammadiyah membuka sekolah di Padang Panjang. Alasannya adalah tidak memiliki ijazah diploma. Dia mencurahkan kegundahan yang dialaminya kepada andungnya. Ia ingin pergi ke Makkah  sendiri.Walaupun terkendala dengan biaya ia tetap ingin pergi. Dengan berjalan kaki dari Maninjau ke Padang dan dari Padang naik kapal. Ia bertemu dengan temannya bernama Isa di pelabuhan Belawan. Isa membarinya sedikit ongkos untuk ke Makkah. Februari 1927 Hamka berangkat haji bersama jemaah haji Indonesia. Selama diperjalanan ia cukup dihormati kerena kepandaiaanya membaca Al-Quran.

Sesampai di Makkah ia bekerja di percetakan Hamid Kurdi, yaitu mertua dari ulama Minangkabau Ahmad Chatib. Selama di Makkah ia benyak membaca dan belajar kita-kita klasik dan buku-buku tentang Islama. Hamkah sempatmemberikan pelajaran agama bagi jemaah haji asal Indonesia. Keinginan Hamka untuk menetap di Makkah batal karena bertemu dengan Agus Salim. Bujukan Agus Salim berhasil membawa Hamka kembali pulang ke tanah air, namu ia tidak pulang ke Padang Panjang. Kapal yang ditumpanginya berhenti di Medan dan ia pun ikut turun di Medan. Disinilah ia memulai karirnya sebagai jurnalis dan juga mengajar.

Hamka kembali ke Padang Panjang setelah gempa bumi meluluh lantahkan rumahnya di Sungai Batang, itupun karena bujukan dari kakak iparnya yang bertemu di Medan. Kepulanganya ke Padang Panjang mengejutkan ayahnya. Ternyata kepergiannya ke Makkah tidak diketahui oleh ayahnya. Ayahnya merasa bersalah dan menerima dirinya apa adanya. Untuk menebus rasa bersalah kepada ayahnya ia menerima permintaan ayahnya dengan menikahi Siti Raham tanggal 5 April 1929. Setelah menikah ia kembali Padang Panjang dan ia menjabat sebagai ketua Muhammadiyah sekaligus sebagai pimpinan sekolah Tablik.


Kembali

Thursday, 15 June 2017

Perjalanan Hidup Buya Hamka



Siapa yang tidak kenal dengan Buya Hamka. Seorang tokoh dan pahlawan Nasional yang telah banyak memberikan pangaruhnya terhadap perjuangan Indonesia. Lahir di Nagari Sungai Batang,Tanjung Raya,Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada 17 Februarin 1908 dengan nama Abdul Malik Karim Amrullah yang disapa dengan Malik. Ayahnya bernama Abdul Karim Amrullah yang merupakan seorang ulama yang cukup terkanal dikampunya dan ibu bernama Safiyah yang merupakan istri keduanya.

Kehidupan Malik kecel tidak semulus yang kita bayangkan. Pada usia 12 tahun Malik kecil menyaksikan perceraian kedua orang tuanya. Perceraian ini karena ayahnya merupakan seorang penganut agama yang taat. Sedengakan dipihak keluarga ibunya masih menjalan praktek-praktek adat dan budaya yang kental. Perceraian kedua orang tuanya membuay Malik sempat bolos sekolah. Mengetahui anaknya marah, ayahnyapun memarahinya dan akhirnya kembali masuk sekolah. Mengetahui salah seorang gurunya memiliki tempat penyewaan buku, Malik sering kaempat tersebut dan menghabiskan harinya dengan membaca buku. Ada yang unik dari Malik kecil, setelah membaca habis sebuah buku, ia kembali menuliskannya buku tersebut dalah versi dia sendiri. Hari-harinya pun habis dengan belajar di sekolah, membaca buku dan beajar agam.

Tinggal bersama ayahnya dan jauh dari ibu kandungnya membuat ia rindu akan ibunya. Dengan alasan itulah ia nekat untuk melakukan perjalanan jauh seorang diri ke Maninjau untuk menemui ibunya. Ibunya ternyata sudah menikah lagi. Setelah beberapa hari berlalu, Malik merasa ibunya tidak acuh lagi kepada dirinya. Sementara itu hubungannya dengan ibu tirinya tidak terlalu bagus. Akhirnya ia memutuskan untuk mencari pergaulan dan belajar randai dan silat untuk mengobati hatinya. Tetapi itu tidak berjalan lama, kemudia ia memutuskan untuk ke Bukittinggi dan Payahkumbuh. Hampir satu tahun ia berkelana untuk mengobati kegundahannya. Melihat ketidakjelasan hidup sang anak, akhirnya sang ayah mengantar Malik yang berusia 14 tahun untuk belajar agama dengan ulama Syekh Ibrahim Musa di Parabek. Disinilah kehidupan mendirinya dimulai.

Di usia 15 tahun Mali berniat untuk pergi ke pulau jawa. Malik termasuk ke  dalam anak yang suka melakukan perjalanan seorang diri ke tempat-tempat yang jauh. Hal ini dikarenakan perceraian kedua orang tuanya. Karena ini juga ayahnya memberi julukan "Si Bujang Jauh". Kepergiannnya ini tanpa sepengetahuan ayahnya. Ia hanya berpamitan kepada keluarga ibunya di Maninjau. Masalah tidak hanya sampai disitu, masih di Bengkulu ia mendapat cacar. Walaupun masih dalam keadaan sakit ia nekat untuk melanjutkan perjalanan dan sampai ke Nepal. Di Nepal ia bertemu dengan kerabatnya, kurang lebih 2 bulan ia meringkuk kesakitan. Setelah keadaannya sedikit membaik,kerabat tersebut memulangkannya ke Indonesia tepatnya Maninjau. Namau keadaan tidak banyak berubah, malah ia semakin banyak mendapat cemooh karena bekar cacar di tubuhny terlihat jelas.

Tahun 1924 ia kembali melakukan perjalanan ke Jawa dan ketika di Yogyakarta ia bertemu dengan pamannya, Jafar Amrullah. Disinilah ia belajar ilmu tafsir Al-Quran dan mengenal Serikat Islam. Selain itu juga ia belajar ilmu politik dan gerakan-gerakan sosial lainnya. Ia sempat berguru kepada HOS Tjokrominoto dan Suryopranoto. Enam bulan kemudia ia melanjutkan perjalannya ke Pekalongan. Disini ia bertemu dengan ayahnya yang hendak pergi ke Mesir. Bermodal ilmu pengetahuan yang dimilikinya, Malik cukup diperhatikan oleh Muhammadiyah di Yogyakarta. Kegemarannya menulis tetap ia teruskan dan sempat menerbikat beberapa buah buku. Disinilah ia menemukan ketenangan dan jadi dirinya.


Bersambung
 

Tuesday, 13 June 2017

Ahmad Khatib Al-Minangkabawi "Orang Minang yang menjadi Imam Mesjid Haram"


Sumatera Barat merupakan salah satu daerah penghasil ulama terbanyak di Indonesia. Salah satu yang dapat dibanggakan adalah "Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi" seorang guru Islam Indonesia yang cukup terkenal dan disegani. Lahir pada 26 Juni 1860 atau Zulhijah 1276H, di KotoTuo, Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Ayahnya bernama Abdul Lathif Khatib yang juga seorang ulama dan ibu bernama Limbak Urai. Ia mempelajari ilmu agama dan menghafalkan bebepa jus Al-Quaran sudah dari kecil dengan berguru kepada ayahnya. 

Tahun 1287 H, Ahmad kecil dibawa oleh ayahnya ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah melaksanakan ibadah haji, ayahnya kembali pulang ke Sumatera Barat, sementara itu Ahmad tinggal di Makkah untuk belajar agama dan melanjutkan hafalan Al-Qurannya. Selama belajar ia termasuk ke dalam murid yang pintar dan teladan serta memiliki kedisiplinan yang tinggi. Tidak hanya ilmu agama yang dipelajarinya tetapi juga ilmu umum lainnya dan juga bahasa Inggris.

Baca juga: Pahlawan-Pahlawan yang Berasal dari Sumatera Barat


Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi merupakan salah seorang imam dan khathib di mesjid Haram. Ia juga merupakan orang pertama yang menjadi imam dan khathip selain orang Arab. Ada dua cerita yang menjadi alasan kenapa ia menjadi imam dan khathib di mesjid Haram. Pertama diceritakan oleh Abdul Jabbar yang menyatakan bahwa ia menjadi imam dan khathib di mesjid Haram karena permintaan Shalih Al Kurdi yang merupakan mertuanya sendiri. Pendapat kedua oleh Hamka yang mengatakan bahwa satu ketika "Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi pernah memperbaiki bacaan imam yang salah ketika ia menjadi makmum. Selain bacaan Al-Qurannya yang fasih, pengetahuannya tentang agam juga membuat kagum Syarif Aunur Rafiq yang menjadi imam saat itu mengangkatnya menjadi imam dan khathib Mesjid Haram untuk madzhab Syafi'i.

Selain menjadi imam dan khathib di Mesjid Haram, Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi merupakan salah satu ulama yang menentang sistem Matrilinear di Minangkabau. Ia terkenal cukup keras dalam menentang sistem ini. Ia ingin mendamaikan sistem matrilinear dengan hukum warisan yang ada di dalam Al-Quran. Melalui murid-muridnya yang berasal dari Minangkabau yang belajar di Makkah bersamanya, ia berusaha untuk memodifikasi budaya Minangkabau sesuai dengan ajaran islam. Hanya sistem matrilinear yang tidak dapat dimodifikasinya karena banyaknya pertentang diperolehnya dari kaum adat. Dengan alasan ini juga ia tidak ingin kembali ke Ranah Minang. Tidak hanya menentang sistem matrilinear di Minangkabau ia juga juga memberikan kritikan keras terhadap doktrin trinitas Krites yang menurutnya memiliki konsep Tuhan yang ambigu.

Baca juga: Asal-Usul Minangkabau

Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi wafat di Makkah pada 9 Jumadil Ula 1334 H. Ia di makamkan di MakkahSelama hidupnya, ia telah menghasilkan banyak karya tulis yang berpengaruh tidak hanya dari segi aga tetapi juga ilmu pengetahuan. Karya-karyanya ini ada yang ditulis dengan bahasa arab dan juga ada yang ditulis dengan bahasa melayu. Karya yang dalam bahasa melayu lebih banyak membahas tentang adat-adat dan budaya yang bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah. Hal ini ia lakukan sebagai bukti kecintaannya pada tanah kelahirannya Minankabau.



Sunday, 11 June 2017

Tradisi Unik Bulan Ramadhan di Sumatera Barat


Dibulan suci Ramadhan ini ada satu tradisi unik yang sering dilakukan oleh Minang di Sumatera Barat. Maantaan lamang atau ada juga yang menyebutnya dengan maantaan pabukoaan. Maantaan lamang atau maantaan pabukoan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pihak perempuan berupa mengantarkan pabukoaan (makanan untuk berbuka puasa) kepada pihak keluarga laki-laki. Kegiatan ini sudah ada sejak zaman dulu dan terus di turunkan secara turun temurun hingga saat ini.

Makanan yang diantarkan menggunkan rantanng atau dalam bahasa minang disebut juga dengan "Sia". Isi sia diantaranya lauk pauk seperti randang, ayam goreng, ikan goreng, kalio, gulai ikan, gulai ayam dan lain sebagainya. Selain lauk pauk juga ada pabukoan atau takjil seperti agar-agar, cendol, ondeh-ondeh, ketupat atau lamang dan tepe ketan yang menjadi teman untuk makan ketupat atau lemang. 

Kegiatan ini memiliki makna diantaranya untuk menjaga hubungan silaturahmi. Lamang atau pabukoan yang diantarkan tidak hanya satu untuk mertua tetapi juga untuk sana dan keluarga suami. Apalagi kalau itu merupakan pasangan pengantin baru. Bagi penganti wanita ini juga merupakan sekaligus untuk pengenalan dan pendekatan diri kepada keluarga suami. Selaian sebagai penjaga silaturahmi makna lainnya juga mengajarkan pada kita makna berbergi dengan sesama. Di bulan suci ini memang disarankan untuk lebih banyak berbagi dengan orang lain. Hal ini adalah ajuran agama islam.

Friday, 9 June 2017

Kuliner Minang "Es Kampiun atau Bubur Kampiun"

Bicara tentang kuliner Minang atau kuliner Padang tidak akan pernah habisanya. Salah satu daerah yang memiliki citara rasa terlezat di dunia, Sumatera Barat memiliki banyak jenis makanan yang patut untuk dicoba. Berhubunga sekarang bulan Ramadhan ada Pesona Minangkabau akan membahas dua jenis makanan yang memiliki nama yang sama tapi berbeda rasa yang dapat dijadikan takjil di bulan yang suci ini. 

 
ES KAMPIUN

Es dan bubur kampiun. Dua jenis makanan yang berbeda tapi dengan nama sama. Kedua makanan ini mudah ditemukan di Sumatera Barat apalagi di bulan Ramadhan ini. Es kampiun merupakan jajanan yang terbuat dari bubur hitam, roti, cendo mutiara dan tape singkong yang diberi es serut dan sirup manis. Saranya yang manis dan sedikit asam-asam dari tepe singkong akan membuat pengunjung ketagihan. Campuran es kampiun akan sedikit berbeda di daerah sekitar Sumatera Barat. Inilah yang menjadi keunikan rasanya. Es kampiun ini sangat cocok untuk takjil berbuka puasa apalagi bagi anda yang suka dingin-dingin. Hagar es kampiun berkisar antara 5.000-15.000 perporsinya.

Baca juga : Daftar Makanan Khas dari Minangkabau

BUBUR KMPIUN

Bubur kampiun merupakan makanan dari campuran bubur keten hitan dan putih, bubur kacang hijau, kolah ubi dan pisang, bubur candil, bubur sumsum dan sari kaya. Perpaduan rasa yang enak dan membuat ketagihan. Pengunjung bisa meminta sesuai selera. Makanan yang satu ini cukup favorit dan mudah di temukan di Sumatera Barat. Di bulan Ramadhan ini bubur kampiun dapat ditemukan di pasar pabukoan yang ada di setiap daearah di Sumatera Barat.  Harga bubur kampiun berkisar 5.000 - 10.000 perporsinya.

Baca juga : Karupuk Leak "Karupuk Kuah Makanan Orang Minang"


Wednesday, 7 June 2017

Mesjid Tanpa Kubah yang Mengagumkan


Bangunan mesjid identik dengan kubahnya. Berbeda dengan mesjid yang satu ini, Mesjid Raya Sumatera Barat. Mesjid yang baru saja diresmikan berdiri megah di tengah-tengah kota Padang. Terletak di Jalan Jendral Sudirman, sekilas bangunan mesjid ini tak terlihat seperti mesjid pada umumnya. Bangun persegi empat ini terlihat seperti "Gojong" rumah gadang ternya memiliki simbol yang jauh dari budaya Minangkabau. Tetapi dengan gaya arsitektur khas Minangkabau maka keempat tiang utama ini terlihat seperti atap rumah gadang.


Dirancang oleh arsitek Rizal Muslimin, seorang arsitek Indonesia yang terkenal di bidangnya. Arsitektur Mesjid Raya Sumatera Barat sendiri merupakan pemanang sayembara yang diadakan oleh pemerintahan Sumatera Barat sendiri. Sayembara ini diikitu oleh 300 lebih arsitektur baik dalam maupun luar negri. Dari ratusan peserta hanya terpilih 71 nominasi dan terpilih Pak Rizal Muslimin sebagai pemenangnya.

Dari luar terlihat empat tiang penyangga utama yang berbentuk atap rumah gadang. Sebenarnya bentuk atap bukan terinpirasi dari atap rumah gadang tetapi terinpirasi dari bentuk bentangan kain yang digunakan untuk mengusung batu Hajar Aswad. Sejarah mengatakan setelah renovasi Kakbah di masa Nabi Muhammad selesai ada perselisihan siapa uamh berhak untuk meletakkan kembali batu Hajar Aswad ke tempat awal. Karena ada empat kabilah dari suku Quraisy maka Nabi memutuskan untuk meletakkan batu tersebut di atas selembar kain yang diusung oleh perwakilan keempat kabilat tersebut. Dari atas akan terlihat bentuk atap yang menyerupai kain yang dibentangkan dan ujung-ujungnya dipengang. Keadaan inilah yang membuat Mesjid Raya Sumatera Barat tidak memiliki kubah. Dengan memadukannya dengan kebudayaan Minangkabau maka, atap terlihat seperti atap rumah gadang yang menjadi ciri khas rumah adat orang Minangkabau.

Baca juga :  Mesjid Raya Sumbar (Sumatera Barat)

Bangunan 3 lantai ini dibangun sesuai dengan kondisi biografis Sumatera Barat. Selaian tempat kegiatan agama, bangunan ini juga berfungsi sebagai shalter. Karena Sumatera Barat merupakan daearah rawan gempa, bangunan ini dibangun dengan rancangan tahan gempa. Selain itu, komplek bangunan ini juga dibangun dengan mengunakan konsep hijau dengan taman-taman yang luas disekitar mesjid yang sampai sekarang masih tahap pembangunan. Menjadi salah satu mesjid terbesar di Sumatera, mesjid ini dapat menampung kurang lebih 20.000 jamaah.


Monday, 5 June 2017

Sejarah Berdirinya Mesjid Raya Ganting


Mesjid Raya Ganting merupakan salah satu mesjid bersejarah di Indonesia. Tidak ada yang tahu secara pasti kapan mesjid ini berdiri. Dalam buku yang berjudul " Mesjid Bersejarah Di Indonesia" yang ditulis oleh Abdul Baqir Zein, mesjid raya ganting telah berdiri tahun 1700. Awalnya mesjid ini terletak di kaki Gunung Padang. Bangunan mesjid dipindahkan ke tempat sekarang oleh pemerintahan Belanda karena adanya pembuatan jalan ke pelabuhan yang melewati mesjid.

Pendapat yang berbeda terlihat dalam dokumen yang diterbitkan oleh Departemen Agama yang menyatakan bahwamesjid raya gantinng didirikan pada tahun 1790. Bangunan awal mesjid terbuat dari kayu dan atap rumbia. Hal berbeda juga disampaikan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang yang menyatakan mesjid raya ganting berdiri tahun 1805 dengan nama awalnya "Mesjid Kampuang Ganting".

Terlepas dari semua pendapat yang berbeda tersebut, pebubahan bangunan mesjid secara besar-besaran dilakukan oleh pemerintahan kolonial Belanda tahun 1910. Perubahan ini dilakukan karena Belanda membangun jalan untuk membawa semen di Indarung ke pelabuhan. Pembuatan jalan ini memakai pekarang mesjid. Sebagai kompensasinya, pemerintahan Belanda saat itu, mengembangkan pembangunan mesjid secara bensar-besaran.

Pengembangan yang dilakukan Belandalan diantaranya, perbesaran ruang mesjid, melantai mesjid dengan batu bata, pembangunan bagian depan, pemasangan tegel. Keunikan bangunan mesjid raya ganting merupakan perpaduan antara arsitektur bergaya Belanda, Protugis dan China. Bergaya China karena pembangunan  mesjid pernah dilakukan oleh etnis China, terlihat pada ukiran China yang terdapat di mihrab dan bagian kubah. Selain itu, ditengah-tengah bangunan terdapat sebuah Muzawir yang juga dibangun oleh etis China terlihat dari ukiran yang ada. Muzawir ini dulunya berfungsi sebagai tempat Azan dikumandangkan dan tempat penyambung suara imam sehingga makmu yang dibelakang dapat mengikuti gerakan imam.


Tahun 1967 menara mesjid selesai dibangun. Lantai mesjid yang terbuat dari batu bata diganti dengan keramik. Renovasi lainnya juga dilakukan seperti pembangunan pagar. Sejak berdirinya mesjid raya ganting, tidak hanya untuk kegiatan ibadah. Berbagai kegiatan bahkan kegiatan penting dan bersejarah pernah dilakukan ditempat ini. Pernah sebagai tempat persembunyain persiden pertama RI, pusat markas besar melier pada zaman penjajahan Jepang, tempat perundingan dan sebagainya. Hingga saat ini mesjid ini masih berfungsi dengan baik. Bangunan mesjid juga masih berdiri dengan kokoh dan terus mendapat perawatan baik dari pemerintah maupun dari pihak lainnya.

Saturday, 3 June 2017

7 Mesjid Termegah dan Unik di Sumatera Barat

Berikut ini Pesona Minangkabau akan mengulas beberapa mesjid megah yang ada di Sumatera Barat

1. MESJID RAYA SUMBAR


Mesjid Raya Sumatera Barat dibanguan akhir tahun 2007 ini merupakan salah satu kebanggaan orang Sumatera Barat. Mesjid ini terletak di jalan Khatib Sulaiman Kota Padang.

Baca Juga : Mesjid Raya Sumbar (Sumatera Barat)

2. MESJID JABAL RAHMAH


Mesjid Jabal Rahmah terletak di kawasan PT Semen Padang yang beralamatkan di Indarung. Mesjid ini dibangun oleh PT Semen Padang. Mesjid besar ini memiliki 3 kubah dan tiga lantai. Lantai bawah tempat wuduk dan dua lantai diatas untuk ibadah dan kegiatan lainnya.

3. MESJID RAYA GANTING






Mesjid Raya Ganting  merupakan salah satu mesjid tertua di Indonesia yang terletak di Kota Padang. Mesjid ini merupakan salah satu bangun bersejarah.

Baca juga : Mesjid Raya Ganting
 
4. MESJID AGUNG AL-MUHSININ


Mesjid Agung Al-Muhsinin adalah mesjid terbesar di kota Solok. Terletak di Jalan Datuak Perpatih Nan Sabatang, Kelurahan Aro IV Korong Lubuk Sikarang. Dibangun 2009dan diresmikan tannggal 14 Desember 2011 oleh Menteri Agama Republik Indonesia Nasaruddin Umar. Biaya pembangunan sebesar Rp36,63 miliar yang terdiri dari APBD kota solok dan infak masyarakat.


5. MESJID JAMIK TALUAK


Mesjid Jamik Taluak termasuk kedalam mesjid tertua di Sumatera Barat. Dibangun tahun 1860 di nagari Taluak IV Suku, kecamatan Banuhampu, kabupaten Agam. Arsitektur banguna mesjid ini sangat kental dengan budaya Minangkabau dan dipadukan dengan arsitektur Arab. Karena keunikan bangunannya, mesjid ini juga cukup terkenal dan banyak orang yang berfoto-foto atau mengabadikan bangunan mesjid ini.

6. MESJID RAYA SYEKH BARHANUDDIN


Mesjid Raya Syekh Barhanuddin dikenal juga dengan mesjid Ulakan. Terletak di Nagari Ulakan, kecamatan Ulakan,Kabupaten Padang Pariaman, merupakan cagar budaya di Sumatera Barat. Dibangun oleh Barhanuddin tahun 1670. Telah mengalami banyak  renovasi dan pada tahun 2009 revonasi besar-besarn dilakukan karena mesjid ini rusak berak akibat gempa.

7. MESJID NURUL AMIN PAGARUYUNG



Mesjid Nurul Amin dikenal juga dengan sebutan Mesjid Pagaruyung. Terletak tidak jauh dari Istana Pagaruyung Batusangkar, mesjid ini cukup menarik perhatian. Arsitekturnya yang unik dan letaknya yang tinggi menjadi perhatian bagi pengunjung yang sedang berada disekitarnya. Diresmikan21 Februari 1992, mesjid Nurul Amin merupakan wakaf dari keluarga besar Haji Aminuzal Datuk Radjo Batuah dan diresmikan oleh Mentri Perhubungan RI bapak Ir. Hj. Azwafi Anas.

Thursday, 1 June 2017

Adat dan Budaya Orang Minang di Bulan Ramadhan

Setiap daearah di Indonesia memiliki tradisi-tradisi terseni diri pada bulan Ramdhan. Tradisi ini sesuai dengan kebudayaan masing-masing daerah. Mau tahu tradisi apa saja yang dilakukan oleh orang Minang pada bulan Ramadhan? Yuks intip di bawah ini:


1. Ziarah Kubur

Ziarah kubur ini biasanya dilakukan oleh keluarga yang anggota keluarganya sudah meninggal. Dilakukan sehari sebelum bulan Ramadhan. Tujuannya untuk mendoakan anggota keluarga yang telah meninggal. Kegiatan yang biasa dilakukan adalah bersih-bersih makan dan berdoa.

2. Balimau

Jika mendengar kata Balimau maka orang akan teringat dengan mandi dan membersihkan diri. Biasanya kegiatan ini dilakukan di sungai-sungai yang besar dan mandi-mandi. Dulu balimau merupakan kegiakan mandi dengan menggunkan jeruk nipis dan bunga-bunga. Sekarang kegiatan mendi dengan jeruk nipis sudah jarang dilakukan. Masyarakat hanya sekedar mandi-mandi saja. Kegiatan ini dilakukan sehari menjelang bulan Ramdhan.


3. Manjalang Mintuo

Manjalang mintuo merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perempuan Minang yang telah memiliki suami. Kegiatan ini berupa mengunjungi mintuo (mertua) dengan membawa buah tangan. Jika mereka adalah pengantin baru maka buah tangan yang dibawa tidak hanya untuk mertua saja tetapi juga untuk keluarga lain di pihak laki-laki. salah satu makanan wajib dibawa adalah lemang. Kegiatan ini biasanya dilakukan sebelum bulan Ramadhan atau awal Ramadhan.



4. Maantaan Pabukoan

Maantaan Pabukoaan tak jauh beda dengan manjalang mintuo. Biasanya dilakukan oleh pihak perempuan. Jika merekaadalah pasangan pengantin baru, pabukoaan yang diantar tidak hanya satu tapi kepada seluruh keluarga besar pihak laki-laki. Biasanya dibawa dengan menggunkan sia (rantang). Isinya berupa samba (lauk pauk) dan pabukoan seperti agar-agar dan lainnya.